LAPORAN
PRAKTIKUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN (DPT)
MATERI
: FAKTOR EDAFIK
Disusun Oleh:
Nama :
Fangga Ratama Camada
NIM : 115040201111074
Kelas :
G
Kelompok :
Senin, 07.30
Asisten :
Vivi
Tanggal
Pengumpulan Laporan : Jum’at, 16
Desember 2011
PROGRAM
STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Suatu tanah
yang baik dicirikan oleh bebrbagai sifat yang dapat dengan mudah dikenali,
yaitu drainase yang baik, tidak mengeras saat panen, segera menyerap hujan
tanpa aliran permukaan, mampu menyimpan air pada musim kering dan lain
sebagainya. Tidak semua bagian di permukaan bumi
dapat dijadikan tempat Tinggal makhluk hidup. Hanya sebagian
kecil saja dari bumi yang berfungsi
sebagai biosfer, yaitu bagian permukaan bumi sampai pada ketinggian dan
kedalaman tertentu. Faktor-faktor yang memengaruhi kehidupan makhluk
hidup dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu faktor klimatik, edafik,
fisiografi, dan biotik.
Selain
kondisi iklim, faktor lain yang juga dapat berpengaruh bagi kehidupan makhluk
hidup dipermukaan bumi adalah faktor edafik atau tanah.
Tanah merupakan media utama khususnya bagi pertumbuhan jenis vegetasi. Kebutuhan-kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan
vegetasi, seperti mineral (unsur hara), kebutuhan bahan
organik (humus), air, dan udara keberadaannya disediakan oleh tanah. Oleh
karena itu, faktor edafik sangat memengaruhi pertumbuhan jenis vegetasi dalam
suatu wilayah tertentu.
1.2
Tujuan
a. Untuk
mengetahui ciri indikator tanah sehat
b. Untuk
mengetahui cara pengendalian OPT dengan faktor edafik
c. Untuk
mengetahui ciri fisik tanah
d. Untuk
mengetahui ciri kimia tanah
e. Untuk
mengetahui cara menggunakan corong berlese
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Ciri indikator tanah sehat meliputi fisik biologi dan kimia
2.1.1 Kimia
a. Kadar Keasaman Tanah
Ph yang menjadi ukuran 0-14. Bila dalam tanah terkandung ion
hydrogen atau H+yang cukup banyak, maka tanah tersebut bersifat
masam, dengan nilai pH 0-7.Sebaliknya
tanah akan bersifat basa jika memiliki pH diatas 7 dan
mengandung banyak OH-. Namun ada kalanya kedua ion tersebut imbang
sehingga tanah bersifat netral. Tanah
yang baik dan cocok untuk bercocok tanam adalah tanah yang memiliki pH antara
3-9. Kadar keasaman tanah perlu diperhatikan agar pemanfaatan mineral dan
unsure hara dapat dimaksimalkan.
b. Kandungan Karbon Organik
Karbon organic
dalam tanah dapat membantu meningkatkan kesuburkan tanah. Adanya karbon organic
dalam tanah menentukan kualitas mineral tanah itu sendiri. Namun adakalanya
tanah itu hanya memiliki sedikit saja kandungan karbon organic. Kandungan
karbon organik dalam tanah harus terpenuhi sebanyak 2%.
c. Kapasitas Tukar Kation
Pada saat pH
tanah mencapai kadar 7, terjadi kapasitas tukar kation. Hal ini memungkinkan
keadaan tanah menjadi semakin subur, atau sebaliknya. KTK yang tinggi umunya
terdapat pada tanah dengan kandungan bahan organic dan tanah liat yang tinggi.
KTK dapat dipengaruhi oleh tekstur tanah, bahan organic yang terkandung didalam
tanah, pemupukkan dan adanya jenis liat dalam tanah.
(Anonymousa,
2011)
2.1.2 Biologi
a. Total Mikroorganisme Tanah
Tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme. Jumlah tiap
grup mikroorganisme sangat bervariasi, ada yang terdiri dari beberapa individu,
akan tetapi ada pula yang jumlahnya mencapai jutaan per gram tanah.
Mikroorganisme tanah itu sendirilah yang bertanggung jawab atas pelapukan bahan
organik dan pendauran unsur hara. Dengan demikian mereka mempunyai pengaruh
terhadap sifat fisik dan kimia tanah.
b. Jumlah
Fungi Tanah
Fungi berperan dalam
perubahan susunan tanah. Fungi tidak berklorofil sehingga mereka menggantungkan
kebutuhan akan energi dan karbon dari bahan organik. Fungi dibedakan dalam tiga
golongan yaitu ragi, kapang, dan jamur. Kapang dan jamur mempunyai arti penting
bagi pertanian. Bila tidak karena fungi ini maka dekomposisi bahan organik
dalam suasana masam tidak akan terjadi.
c. Jumlah Bakteri Pelarut Fosfat (P)
Bakteri pelarut P pada
umumnya dalam tanah ditemukan di sekitar perakaran yang jumlahnya berkisar 103
– 106 sel/g tanah. Bakteri ini dapat menghasilkan enzim Phosphatase maupun
asam-asam organik yang dapa melarutkan fosfat tanah maupun sumber fosfat yang
diberikan.
d. Total Respirasi Tanah
Respirasi mikroorganisme
tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi
(mikroorganisme) tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk menentukan
tingkat aktifitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi telah mempunyai
korelasi yang baik dengan parameter lain yang berkaitan dengan aktivitas
mikroorganisme tanah seperti bahan organik tanah, transformasi N, hasil antara,
pH dan rata-rata jumlah mikroorganisrne.
(Anonymousb,2011)
2.1.3 Fisik
a.
Warna Tanah
Warna tanah merupakan salah satu sifat yang mudah dilihat dan
menunjukkan sifat dari tanah tersebut. Warna tanah merupakan campuran komponen
lain yang terjadi karena mempengaruhi berbagai faktor atau persenyawaan
tunggal. Urutan warna tanah adalah hitam, coklat, karat, abu-abu, kuning dan
putih . Warna tanah dengan akurat dapat diukur dengan tiga sifat-sifat prinsip
warnanya. Dalam menentukan warna cahaya dapat juga menggunakan Munsell Soil
Colour Chart sebagai pembeda warna tersebut. Penentuan ini meliputi penentuan
warna dasar atau matrik, warna karatan atau kohesi dan humus. Warna tanah
penting untuk diketahui karena berhubungan dengan kandungan bahan organik yang
terdapat di dalam tanah tersebut, iklim, drainase tanah dan juga mineralogi
tanah.
b.
Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif dalam persen (%) antara
fraksi-fraksi pasir, debu dan liat. Tekstur erat hubungannya dengan plastisitas,
permeabilitas, keras dan kemudahan, kesuburan dan produktivitas tanah pada
daerah geografis tertentu.
c.
Struktur Tanah
Struktur dapat berkembang dari
butir-butir tunggal ataupun kondisi massive. Dalam rangka menghasilkan
agregat-agregat dimana harus terdapat beberapa mekanisme dalam mana
partikel-partikel tanah mengelompok bersama-sama menjadi cluster. Pembentukan
ini kadang-kadang sampai ke tahap perkembangan struktural yang mantap.
Struktur tanah dapat memodifikasi
pengaruh tekstur dalam hubungannya dalam kelembaban, porositas, tersedianya
unsur hara, kegiatan jasad hidup dan pertumbuhan akar. Struktur lapisan olah
dipengaruhi oleh praktis dan di mana aerasi dan drainase membatasi pertumbuhan
tanaman, sistem pertanaman yang mampu menjaga kemantapan agregat tanah akan
memberikan hasil yang tinggi bagi produksi pertanian.
d. Kadar Air
Kadar
dan ketersediaan air tanah sebenarnya pada setiap koefisien umum bervariasi
terutama tergantung pada tekstur tanah, kadar bahan organik tanah, senyawa
kimiawi dan kedalaman solum/lapisan tanah. Di samping itu, faktor iklim dan
tanaman juga menentukan kadar dan ketersediaan air tanah. Faktor iklim juga
berpengaruh meliputi curah hujan, temperatur dan kecepatan yang pada prinsipnya
terkait dengan suplai air dan evapotranirasi. Faktor tanaman yang berpengaruh
meliputi bentuk dan kedalaman perakaran, toleransi terhadap kekeringan serta
tingkat dan stadia pertumbuhan, yang pada prinsipnya terkait dengan kebutuhan
air tanaman.
(Anonymousc,
2011)
2.2 Pengendalian
OPT melalui faktor edafik
Usaha yang cukup praktis pada pengendalian gulma annual,
biennial, perennial, ialah cara pengolahan tanah. Dalam pengendalian gulma
annual cukup dibajak dangkal saja. Dengan cara ini gulma tersebut dirusakkan
bagian atas tanah saja. Sedang untuk biennal bagian atas tanah dan mahkota, dab
bagi perennial kedua bagian di bawah dan di atas tanah dirusakkan. Kebanyakan
gulma annual dapat dikendalikan hanay dengan sekali pemberoan. Bila tanah
banyak mengandung biji gulma yang viabel, maka perlu diikuti tahun kedua dengan
pertanaman barisan dan pengolahan yang bersih untuk mencegah pembentukan biji.
Sedangkan untuk gulma perennial, pemberoan semusim belum cukup. Sebaiknya
perlakuan digaabung dengan pengunaan herbisida dan pengolahan yang bersih.
Metoden ini cukup memadai dan beragam dengan spesies gulma, usia infestasi dan
sifat tanah, kesuburan serta kedalaman air tanah. Gulma perennial yang berakar
dangkal sekali pembajakan cukup dapat mereduser, dengan “membawa” akar ke
atas dan dikeringkan. Pembajakan di atas akan menekan pemebentukan dan tunas
baru. Untuk gulma perennial berakar dalam pembajakan berulangkali dan pada
interval teratur akan menguarangi perkembangannya. Perlakuan ini akan menguras
cadangan pangan dalam akar dengan berulangkali merusak bagian atas. Pada tanah
ringan dan kurang subur perlakuan tersebut sangat berhasil. Dari pengolahan
tanah dapat disimpukan bahwa penimbunan titik tumbuh gulma dan mengganggu
sistem perakaran dengan pemotongan akar dapat membuat gulma mati, karena
potongan-potongan akar dapat mengering sebelum pulih kembali.
(Anonymousd, 2011)
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat : Corong berlese : Sebagai
alat penyaring tanah
Mikroskop binokuler : Sebagai alat pengamatan benda
kecil
Cetok : Sebagai alat pengambil tanah
Kantung plastik hitam :
Sebagai wadah peletakkan tanah
Baskom : Sebagai wadah air detergen
Buku identifikasi :Sebagai buku pedoman untuk
mengidentifikasi
Bahan : Air : Bahan campuran detergen
Detergen : Bahan untuk membuat air sabun
Material tanah dan tanah diperlakukan
secara organik dan konvensional :
sebagai sampel tanah yang akan diamati.
3.2
Cara Kerja
Siapkan
Alat dan Bahan
|
Buat
larutan sabun (seperti pitfall) (Jangan terlalu berbusa)
|
Letakkan
larutan sabun dibawah corong berlese
|
Letakkan
tanah pada saringan yang terdapat pada corong berlese
|
Membuang
tanah pada saringan (bersihkan bila ada)
|
Tutup
corong berlese (nyalakan lampu didalamnya)
|
Ambil
& tiriskan
|
Ambil
|
Amati
pada mikroskop binokuler
|
Dokumentasi
|
identifikasi
|
Letakkan
pada cawan petri
|
Dokumentasikan
|
Identifikasi
(KDS/Internet)
|
Biarkan
selama 24 jam
|
Amati
|
Spesimen
kasat mata (makro)
|
Spesimen
tidak kasat mata (mikro)
|
3.3
Analisa Perlakuan
Kita
siapkan alat dan bahan untuk persiapan awal, kemudian bersihkan saringan yang terdapat pada corong berlese. Disamping
itu kita membuat larutan sabun pada baskom, dengan catatan larutan sabun
tersebut tidak boleh terlalu berbusa dan baskom yang berisi larutan sabuntersebut
diletakkan dibawah corong berlese. Masukkan sampel tanah yang dibawa padasaringan
yang terdapat pada berlese dan tutup corong berlese sambil nyalakan lampuyang
ada didalamnya, kemudian diamkan selama 24 jam.Setelah didiamkan selama 24 jam
amati specimen dengan dua perlakuan yaituspesimen kasat mata (makro) dan
spesimen tidak kasat mata (mikro). Pada pengamatan makro atau kasat mata kita
hanya mengambil spesimen dan mengamati secara kasat mata berbeda dengan mikro kita mengamatinya dibawah mikroskop
binokuler dan kemudian sama-sama
didokumentasikan dan menyusun laporan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Dokumentasi
4.2
Hasil Identifikasi Spesimen yang ditemukan
4.2.1 Hasil pengamatan mikro
Pada hasil pengamatan mikro (pengamatan tidak kasat
mata) menggunakan mikroskop binokuler spesimen tidak ditemukan satupun karena
pada saat diamati dibawah mikroskop specimen tidak tampak sama sekali. Bisa
jadi hal tersebut disebabkan karena mikroskopnya kurang mendukung jadi spesimen
yang dicari tidak tampak ataupun memang tidak terdapat spesimen apapun yang ada.
4.2.2 Hasil pengamatan makro
Pada hasil pengamatan makro (pengamatan kasat mata)
ada beberapaspecimen yang ditemukan. Antaralain spesimen yang ditemukan dalam
tanah salah satunya adalah cacing tanah dan semut dengan rincian ditemukan sebanyak 9 ekor semut dan 1 ekor cacing
tanah.
·
Semut
Kingdom : Animalia
Fillum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Familia : Formicidae
Genus : Formica
Spesies : Formica yessensis
Kingdom : Animalia
Fillum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Familia : Formicidae
Genus : Formica
Spesies : Formica yessensis
·
Cacing
Tanah
Kingdom: Animalia
Phylum: Annelida
Class: Clitellata
Ordo: Haplotaxida
Famili: ada 17
Genus : Komarekiona
Kingdom: Animalia
Phylum: Annelida
Class: Clitellata
Ordo: Haplotaxida
Famili: ada 17
Genus : Komarekiona
Spesies
: Komarekiona eatoni
(Anonymouse,
2011)
Semut Cacing
tanah
(Anonymousf, 2011)
4.3
Peran spesies yang ditemukan dalam ekosistem
Semut
Peran semut yang
menguntungkan bagi ekosistem, misalnya peranannya sebagai perantara proses
perombakan oleh organisme yang lain. Aktivitas semut di dalam tanah (mereka
bertindak sebagai pengolah tanah, misalnya pada saat pembuatan sarang) secara
tidak langsung mempengaruhi tekstur tanah, yang pada gilirannya akan
mempercepat proses penguraian. Semut Camponotus misalnya, membuat
sarang di dalam tanah yang terbukti mampu memodifikasi kelimpahan organisme
tanah sehingga proses dekomposisi dapat berjalan dengan baik .
(Paris
et al., 2008)
Cacing
1.
Memperbaiki tata ruang tanah
2. Membentuk pori tanah : cacing beraktivitas
didalam tanah baik secara vertical
maupun horizontal, sehingga jumlah pori makro tanah bertambah.
3. Infiltrasi
(jalannya air didalam tanah) : infiltrasi penting untuk mengendalikan limpasan permukaan dan pengangkutan
partikel tanah (erosi).
4. Agen bioturbasi
: pembalikan dari atas kebawah atau sebaliknya yang dilakukan cacing untuk
mendistribusikan agar bahan organik merata didalam tanah.
5. Sebagai pengurai
(Dekomposer) : cacing dapat mengubah bahan organik menjadi kompos.
(palungkun,1999)
4.4
Pembahasan (kaitkan dengan kondisi tanah yang dibawa)
Sample tanah yang
digunakan dalam praktikum kali ini adalah tanah yang diolah secara organik
dimana dalam tanah ini belum ada campuran bahan kimia atau sitetik yang
tercampur didalamnya.
Biasanya tanah jenis
ini terdapat pada daerah pertanian yang menerapkan sistem pertanian organik
atau hutan yang belum banyak aktifitas pertanian ataupun aktifitas perumahan
selain itu juga jarang di gunakan rang untuk melakukan aktifitas. Dari kondisi
tanah yang terlihat dapat di simpulkan bahwa tanah mengandung unsur hara yang
cukup banyak karena warna tanah yang gelap, dan sepertinya cocok untuk bercocok
tanam, dan mengisyaratkan akan adanya organisme di dalam tanah tersebut.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) yang terdiri dari hama, penyakit dan gulma,
merupakan kendala utama dalam budidaya tanaman. Organisme pengganggu tanaman
ini pada suatu lahan pertanian sangat mengganggu laju pertumbuhan tanaman yang
dibudidayakan, ini dikarenakan antara tanaman yang dibudidayakan dengan OPT ini
bersaing untuk mendapatkan makanan, serat dan tempat perlindungan, maka dari
itu untuk mengatasi masalah ini perlu dilakukan upaya pengendalian yang terpadu
demi menjaga kualitas tanaman. Dan suatu tanah yang baik terdiri oleh beberapa
sifat yaitu diantaranya adalah drainase yang baik, mampu menyimpan air dimusim
kering, tidak membutuhkan banyak pupuk, dan subur menghasilkan aroma tanah yang
khas.
5.2
Saran
Lebih
di tingkatkan lagi dan harus lebih baik dari sebelum - sebelumnya. Dan jangan
lupa dengan praktikan - praktikannya yah :D
DAFTAR PUSTAKA
Anonymousa, 2011.http://www.anneahira.com/sifat-kimia-tanah.html.
Diakses pada tanggal 12 Desember 2011.
Anonymousb,
2011.http://boymarpaung.wordpress.com/2009/02/19/sifat-biologi-tanah/.Diakses pada
tanggal 12 Desember 2011.
Anonymousc, 2011.http://rien2023.blogspot.com/2010/03/sifat-fisik-tanah.html. Diakses pada tanggal 12 Desember 2011.
Anonymousd, 2011. http://blog.ub.ac.id/arifin56/2010/05/10konsep-pengendalian-opt/.
Diakses pada tanggal 12 Desember
2011.
Anonymouse, 2011. http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20110514020911AAckapY. Diakses pada tanggal
12 Desember 2011
Hidayat,A. 2001. Metoda Pengendalian Hama. Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta.
Morley, D.W., 1946. The interspecific relations of ants. TheJournal
of Animal Ecology15: 150 – 154.
Palungkun, Rony.1999. Sukses beternak cacing tanah. Jakarta:
Penebar Swadana.
Paris, C.I., M.G. Polo, C.
Garbagnoli, P. Martinez, G. S. de Ferre,& P.J. Folgarait. 2008. Litter decomposition
and soil organisms within and outside of Camponotus punctulatus nests
in sown pasture in Northeastern
Argentina. Applied Soil Ecology 40: 271 – 282.
Wilson, E.O., 1987. Causes of ecological success: The case of
the ants. The Journal of Animal Ecology56:
1 – 9.
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Saringan yang ada didalam berlese dan
sampel tanah
Pembuatan larutan sabun
Memasukkan sampel tanah pada saringan
Memasukkan saringan pada berlese
cairan sabun dibawah
corong berlese
Tahap penutupan
corong berlese dan menyalakan lampu
Tahap didiamkan selama
24jam
Hasil pengamatan makro
(belum tercantum semua)
1.
BELALANG 1

Kingdom Animalia (Animals)
Phylum Arthropoda (Arthropods)
Class Insecta (Insects)
OrdO Orthoptera
Family Acrididae
Genus Dissosteira
Species Dissosteira carolina
2.
BELALANG 2

Kingdom Animalia (Animals)
Phylum Arthropoda (Arthropods)
Class Insecta (Insects)
OrdO Orthoptera
Family Acrididae
Genus Pardalophora
Species Pardalophora phoenicoptera
3.
BELALANG 3

Kingdom :
Animalia
Phylum :
Arthopoda
Class: Insecta
Family:
Acridoidea
Genus: Valanga
(Holdhaus, 1909)
Species:
Valanga nigricornis
(Burmeister
1838) (Anonim
4.
BELALANG 4

Kingdom Animalia (Animals)
Phylum Arthropoda (Arthropods)
Class Insecta (Insects)
OrdO Orthoptera
Family Acrididae
Genus Phlaeoba
Species Phlaeoba fumosa
5.
BELALANG 5

Kingdom :
Animalia
Phylum :
Arthopoda
Class: Insecta
Family:
Acridoidea
Genus: Valanga
(Holdhaus, 1909)
Species:
Valanga nigricornis
(Burmeister
1838) (Anonim
0 comments:
Post a Comment