BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tebu
(Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting yang bernilai ekonomi
tinggi, dipakai sebagai bahan baku utama penghasil gula pasir. Pemerintah telah
mencanangkan swasembada gula pada tahun 2014. Untuk mencapai sasaran
swasembada, salah satu faktor penting adalah perluasan areal baik milik
Perusahaan Perkebunan Nasional (PTPN) maupun perkebunan rakyat dan penggunaan
varietas tebu unggul yang dianjurkan.
Peningkatan
produksi tanaman tebu dipengaruhi oleh penyediaan bibit unggul yang bermutu
antara lain memiliki rendemen gula yang tinggi, kualitas gilingan yang tinggi,
tipe kemasakan, tahan terhadap penyakit, serta dapat beradaptasi pada perubahan
iklim global (antara lain drainase yang buruk). Kebutuhan gula nasional tahun
2014 diperkirakan mencapai 5,7 juta ton.Dengan demikian untuk mempercepat
pencapaian hasil melalui perluasan areal pertanaman tebu memerlukan bibit dalam
jumlah yang banyak. Pengadaan bibit tebu dalam skala besar, cepat dan murah
merupakan hal yang sangat diperlukan saat ini. Penyediaan bibit unggul yang
berkualitas baik merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam
pengembangan pertanian di masa mendatang khususnya tanaman tebu.
Pengadaan
bibit pada tanaman tebu khususnya yang akan dieksploitasi secara besar-besaran
dalam waktu yang cepat akan sulit dicapai melalui teknik konvensional. Salah
satu teknologi harapan yang banyak dilaporkan dan telah terbukti memberikan
keberhasilan adalah melalui teknik kultur jaringan. Melalui kultur jaringan
tanaman tebu dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan karena faktor
perbanyakannya yang tinggi.
1.2 Rumusan Masalah
Menurut uraian latar belakang, maka
dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian Kultur Jaringan pada Tanaman Tebu?
2. Bagaimana tahapan kultur jaringan pada tanaman tebu?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
kultur jaringan pada tanaman tebu?
4. Apa saja manfaat dan kerugian dari kegiatan kultur
jaringan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan
dari penulisan makalah adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui
pengertian Kultur Jaringan pada
Tanaman Tebu.
2. Mengetahui tahapan kultur jaringan pada tanaman
tebu.
3. Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan pada tanaman tebu.
4. Mengetahui
manfaat dan kerugian kegiatan kultur jariangan.
1.4 Manfaat
Hasil penulisan
makalah ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :
1. Memahami
pengertian Kultur Jaringan pada
Tanaman Tebu.
2. Memahami
tahapan kultur jaringan pada
tanaman tebu.
3. Memahami
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan pada tanaman tebu.
4. Memahami
manfaat dan kerugian kegiatan kultur jariangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kultur
jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture. Kultur adalah
budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan
fungsi yang sama. Jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan
tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. Kultur
jaringan akan lebih besar presentase keberhasilannya bila menggunakan jaringan
meristem. Jaringan meristemadalah jaringan muda, yaitu jaringan yang
terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan
vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem
keadaannya selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang
mengatur pembelahan.
Kultur
jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur
jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian
tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut
dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh
dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat
memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap (Tribowo, 2008).
Kultur
jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur
jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian
tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut
dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh
dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat
memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari
teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian
vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Menurut
Mariska (2002), seleksi in vitro merupakan salah satu metode
dari keragaman somaklonal tetapi lebih efektif dan efisien karena
perubahan genetik lebih diarahkan pada sifat yang diinginkan . Teknik
kultur jaringan sebenarnya sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan
jaringan tanaman yang sering disebut eksplan secara aseptik
diletakkan dan dipelihara dalam medium pada atau cair yang cocok dan dalam
keadaan steril. dengan cara demikian sebaian sel pada permukaan irisan tersebut
akan mengalami proliferasi dan membentuk kalus. Apabila kalus yang
terbentuk dipindahkan kedlam medium diferensiasi yang cocok, maka akan
terbentuk tanaman kecil yang lengkap dan disebut planlet. Dengan teknik
kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat
dihasilkan kalus yang dapat menjadi planlet dlama jumlah yang besar.
Pelaksanaan
teknik kultur jaringan tanaman ini berdasarkan teori sel sperti yang
dikemukakan oleh Schleiden, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom,
bahkan mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotensi adalah kemampuan
setiap sel, darimana saja sel tersebut diambil, apabila diletakkan dilingkungan
yang sesuai akan tumbuh menjadi tanaman yang sempurna.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Pengertian Kultur
Jaringan
Kultur jaringan merupakan suatu rangkaian prosedur
untuk memelihara dan menumbuhkan sel tanaman (dapat berupa kalus, sel,
protoplas) dan organ (batang, akar, embrio) secara aseptik. Aseptik disini
berarti bebas dari kontaminasi mikroba.
Tujuan utama kultur jaringan tanaman
yaitu untuk perbanyakan bagian tanaman. Perbanyakan dapat dilakukan dengan cara
merangsang pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau merangsang
terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung maupun
kalus terlebih dahulu. Bagian-bagian tanaman dapat tumbuh secara optimal
apabila menggunakan media tepat yang digunakan untuk pemenuhan nutrisi tanaman.
Media yang digunakan harus mengandung mineral, gula, vitamin dan hormon dengan
perbandingan yang dibutuhkan secara tepat. Media perlu ditambahkan agar untuk
mendapatkan media semi padat yang fungsinya untuk meletakkan atau membenamkan
jaringan tanaman (Wetherell, 1976).
3.2
Tahap-tahap Kultur
Jaringan Pada Tanaman Tebu
Kultur Jaringan pada tanaman Tebu
dilakukan agar dapat memperbanyak bibit tebu yang unggul. Langkah-langkah
Kultur Jaringan dapat dilakakukan dengan cara berikut:
1. Pembuatan
media
Media tanam yang dibuat adalah media MS I dan MS II.
Perbedaan utama antara MS I dan II adalah :
·
MS I → Sucrosa;
2,4 D; digunakan untuk media pembentukan kallus; ± 15 cc.
·
MS II → Gula pasir; IAA; digunakan untuk media
differensiasi planlets; ± 25 cc.
2.
Pengambilan pucukan
Dari pucukan, ruas paling bawah yang diambil
3.
Pengelupasan pucukan
Pengelupasan pucukan bertujuan untuk mempermudah
pengambilan dan pemotongan ekplant. ± 20 cm dari ruas terakhir.
4. Pemotongan ekplant
Pucuk tebu yang berumur 5 bulan dipotong-potong diatas
titik tumbuhnya dengan ukuran 0,5 cm.
5.
Penanaman pucukan (ekplant)
Penanaman pucuk tebu yang telah dipotong-potong ke
dalam media MS I. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan kallus. Kallus adalah
sel yang tumbuh dari irisan pucuk (ekplant). Kallus yang didapat merupakan
bahan tanam pada tahap defferensiasi. Waktu untuk menumbuhkan kallus berkisar
1,5 – 2 bulan.
6.
Penanaman kallus (differensiasi)
Tujuannya adalah untuk mendapatkan individu tanaman
dari hasil penanaman kallus. Kallus yang didapat dikeluarkan dari tabung MS I
dan dipilih yang baik dan segar kemudian dipotong kecil-kecil selanjutnya
ditanam pada media MS II. Pada media ini akan diperoleh individu – 2 tanaman
lengkapa dengan akarnya. Waktu yang diperlukan pada MS II berkisar 3 – 4 bulan.
7. Aklimatisasi I
Yang dimaksud aklimatisasi ialah penanaman individu
tanaman yang diperoleh dari MS II ke media tanah (pasir : tanah : BO = 1 : 1 :
1) yang sudah disterilkan dan ditempatkan di green house. Tujuan dari aklimatisasi adalah untuk mengadaptasikan
tanaman dari lingkungan steril ke lingkungan alam bebas. Waktu untuk mengadaptasikan
tanaman berkisar 1 – 2 bulan. Sebelum diaklimatisasi tanaman dari MS II
dipotong daun dan akar, direndam dalam larutan yetin (antiseptik). Setelah
ditanam, kemudian disiram dan ditutup, setelah 5 hari tutup dibuka. Perawatan
di bedengan antara lain :
-
Penyiraman → sesuai dengan kondisi tanah setiap harinya.
-
Pemupukan I → Za dengan dosis 1 sdm untuk 1 gembor
(2 bedengan) pada umur 7 hst.
-
Pendangiran → umur 14 hst.
-
Pemupukan II → Za dengan dosis 2 sdm untuk 1 gembor
(2 bedengan) pada umur 14 hst.
-
Pupuk daun → 15 cc / 1 l air. Pada umur
21 hst.
8. Penanaman di polibag (aklimatisasi
II )
Dimaksudkan untuk memisahkan masing-masing individu
tanaman ke polibag yang telah diisi dengan tanah yang sudah dicampur dengan
pupuk organik, waktu untuk menumbuhkan tanaman sampai dengan siap ditanam di
kebun berkisar 2 – 3 bulan.
1 leng
(8m) diperlukan 27 polibag dengan jarak tanam 30 cm.
1 Ha =
950 leng
Maka 1 Ha diperlukan 27 x 950 = 25.650 polibag
3.3
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Keberhasilan Kultur Jaringan
Untuk keberhasilan kultur jaringan
dibutuhkan beberapa faktor. Faktor-faktor penentu keberhasilan kultur jaringan
adalah sebagai berikut:
1. Genotip tanaman
Salah
satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan dalam
kultur jaringan adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil
penelitian menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat
bervariasi tergantung dari spesies, bahkan varietas, atau tanaman asal eksplan
tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor
lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat
pengatur tumbuh, dan lingkungan kultur. Oleh karena itu, komposisi media, zat
pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan yang dibutuhkan oleh masing-masing
varietas tanaman bervariasi meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan
sama.
2.
Media kultur
Perbedaan
komposisi media, komposisi zat pengatur tumbuh dan jenis media yang digunakan
akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan.
Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan komposisi garam-garam anorganik,
senyawa organik, zat pengatur tumbuh sangat mempengaruhi respon eksplan saat
dikulturkan. Perbedaan komposisi media biasanya sangat mempengaruhi arah
pertumbuhan dan regenerasi eksplan. Meskipun demikian, media yang telah
diformulasikan tidak hanya berlaku untuk satu jenis eksplan dan tanaman saja.
Beberapa jenis formulasi media bahkan digunakan secara umum untuk berbagai
jenis eksplan dan varietas tanaman, seperti media MS. Namun ada juga beberapa
jenis media yang diformulasikan untuk tanaman-tanaman tertentu misalnya WPM, VW
dll. Media-media tersebut dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti
perkecambahan biji, kultur pucuk, kultur kalus, regenerasi kalus melalui
organogenesis dan embriogenesis. Media yang dibutuhkan untuk perkecambahan
biji, perangsangan tunas-tunas aksilar umumnya lebih sederhana dibandingkan
dengan media untuk regenerasi kalus baik melalui organogenesis maupun
embryogenesis.
Media
yang umum digunakan dalam mikropropagasi adalah media semi-solid (semi padat)
dengan cara menambahkan agar. Media semi padat ini digunakan karena beberapa
alasan antara lain: eksplan yang kecil mudah terlihat dalam media padat; selama
kultur eksplan tetap berada pada orientasi yang sama; eksplan berada di atas
permukaan media sehingga tidak diperlukan teknik aerasi tambahan pada kultur;
orientasi pertumbuhan tunas dan akar tetap; dan kalus tidak pecah seperti jika
ditempatkan pada media cair. Namun penambahan agar dalam beberapa kasus dapat
menghambat pertumbuhan karena: agar mungkin mengandung senyawa penghambat yang
dapat menghambat morfogenesis beberapa kultur atau memperlambat pertumbuhan
kultur; eksudasi fenolik dari eksplan terserap oleh media yang menempel dengan
eksplan sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan eksplan; agar harus dicuci
bersih dari akar sebelum diaklimatisasi; dan perlu waktu yang lebih banyak
untuk mencuci gelas kultur misalnya botol-botol harus diautoclave untuk
melarutkan agar sebelum dicuci.
3. Lingkungan Tumbuh
a. Suhu
Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan
dengan suhu yang tidak sama setiap saat, misalnya pada siang dan malam hari
tanaman mengalami kondisi dengan perbedaan suhu yang cukup besar. Keadaan
demikian bisa dilakukan dalam kultur invitro dengan mengatur suhu siang dan
malam di ruang kultur, namun laboratorium kultur jaringan selama ini mengatur
suhu ruang kultur yang konstan baik pada siang maupun malam hari. Umumnya
temperatur yang digunakan dalam kultur invitro lebih tinggi dari kondisi suhu
invivo. Tujuannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan morfogenesis
eksplan.
Pada sebagian besar laboratorium, suhu
yang digunakan adalah konstan, yaitu 25°C (kisaran suhu 17-32°C). Tanaman
tropis umumnya dikulturkan pada suhu yang sedikit lebih tinggi dari tanaman
empat musim, yaitu 27°C (kisaran suhu 24-32°C). Bila suhu siang dan malam
diatur berbeda, maka perbedaan umumnya adalah 4-8°C, variasi yang biasa
dilakukan adalah 25°C siang dan 20°C malam, atau 28°C siang dan 24°C malam.
Meskipun hampir semua tanaman dapat tumbuh pada kisaran suhu tersebut, namun
kebutuhan suhu untuk masing-masing jenis tanaman umumnya berbeda-beda. Tanaman
dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimumnya. Pada suhu ruang kultur dibawah
optimum, pertumbuhan eksplan lebih lambat, namun pada suhu diatas optimum
pertumbuhan tanaman juga terhambat akibat tingginya laju respirasi eksplan.
b.
Kelembaban Relatif
Kelembaban relatif dalam botol kultur
dengan mulut botol yang ditutup umumnya cukup tinggi, yaitu berkisar antara
80-99%. Jika mulut botol ditutup agak longgar maka kelembaban relatif dalam
botol kultur dapat lebih rendah dari 80%. Sedangkan kelembaban relatif di ruang
kultur umumnya adalah sekitar 70%. Jika kelembaban relatif ruang kultur berada
dibawah 70% maka akan mengakibatkan media dalam botol kultur (yang tidak
tertutup rapat) akan cepat menguap dan kering sehingga eksplan dan plantlet
yang dikulturkan akan cepat kehabisan media. Namun kelembaban udara dalam botol
kultur yang terlalu tinggi menyebabkan tanaman tumbuh abnormal yaitu daun
lemah, mudah patah, tanaman kecil-kecil namun terlampau sukulen. Kondisi
tanaman demikian disebut vitrifikasi atau hiperhidrocity. Sub-kultur ke media
lain atau menempatkan planlet kecil ini dalam botol dengan tutup yang agak
longgar, tutup dengan filter, atau menempatkan silica gel dalam botol kultur
dapat membantu mengatasi masalah ini.
c.
Cahaya
Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam
kondisi invivo, kuantitas dan kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama
penyinaran dan panjang gelombang cahaya mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam
kultur invitro. Pertumbuhan organ atau jaringan tanaman dalam kultur invitro
umumnya tidak dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus umumnya dihambat
oleh cahaya.
Pada perbanyakan tanaman secara invitro,
kultur umumnya diinkubasikan pada ruang penyimpanan dengan penyinaran.
Tunas-tunas umumnya dirangsang pertumbuhannya dengan penyinaran, kecuali pada
teknik perbanyakan yang diawali dengan pertumbuhan kalus. Sumber cahaya pada
ruang kultur ini umumnya adalah lampu flourescent (TL). Hal ini disebabkan
karena lampu TL menghasilkan cahaya warna putih, selain itu sinar lampu TL
tidak meningkatkan suhu ruang kultur secara drastis (hanya meningkat sedikit).
Intensitas cahaya yang digunakan pada ruang kultur umumnya jauh lebih rendah
(1/10) dari intensitas cahaya yang dibutuhkan tanaman dalam keadaan normal.
Intensitas cahaya dalam ruang kultur untuk pertumbuhan tunas umumnya berkisar
antara 600-1000 lux. Perkecambahan dan inisiasi akar umumnya dilakukan pada
intensitas cahaya lebih rendah.
Selain intensitas cahaya, lama penyinaran
atau photoperiodisitas juga mempengaruhi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan.
Lama penyinaran umumnya diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman sesuai dengan
kondisi alamiahnya. Periode terang dan gelap umumnya diatur pada kisaran 8-16
jam terang dan 16-8 jam gelap tergantung varietas tanaman dan eksplan yang
dikulturkan. Periode siang/malam (terang/gelap) ini diatur secara otomatis
menggunakan timer yang ditempatkan pada saklar lampu pada ruang kultur. Dengan
teknik ini penyinaran dapat diatur konstan sesuai kebutuhan tanaman.
4.
Kondisi Eksplan
Pertumbuhan dan morfogenesis dalam mikropropagasi
sangat dipengaruhi oleh keadaan jaringan tanaman yang digunakan sebagai
eksplan. Selain faktor genetis eksplan yang telah disebutkan di atas, kondisi
eksplan yang mempengaruhi keberhasilan teknik mikropropagasi adalah jenis
eksplan, ukuran, umur dan fase fisiologis jaringan yang digunakan sebagai
eksplan.
Meskipun masing-masing sel tanaman
memiliki kemampuan totipotensi, namun masing-masing jaringan memiliki kemampuan
yang berbeda-beda untuk tumbuh dan beregenerasi dalam kultur jaringan. Oleh
karena itu, jenis eksplan yang digunakan untuk masing-masing kultur
berbeda-beda tergantung tujuan pengkulturannya.
Umur eksplan sangat
berpengaruh terhadap kemampuan eksplan tersebut untuk tumbuh dan beregenerasi.
Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan tanaman yang masih muda (juvenil)
lebih mudah tumbuh dan beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang telah
terdiferensiasi lanjut. Jaringan muda umumnya memiliki sel-sel yang aktif
membelah dengan dinding sel yang belum kompleks sehingga lebih mudah
dimodifikasi dalam kultur dibandingkan jaringan tua. Oleh karena itu, inisiasi
kultur biasanya dilakukan dengan menggunakan pucuk-pucuk muda, kuncup-kuncup
muda, hipokotil, inflorescence yang belum dewasa, dll. Jika eksplan diambil
dari tanaman dewasa, rejuvenilisasi tanaman induk melalui pemangkasan atau
pemupukan dapat membantu untuk memperoleh eksplan muda agar kultur lebih
berhasil.
Ukuran eksplan juga
mempengaruhi keberhasilan kultur. Eksplan dengan ukuran kecil lebih mudah
disterilisasi dan tidak membutuhkan ruang serta media yang banyak, namun
kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil sehingga dibutuhkan media yang
lebih kompleks untuk pertumbuhan dan regenerasinya. Sebaliknya semakin besar
eksplan, maka semakin besar kemungkinannya untuk membawa penyakit dan makin
sulit untuk disterilkan, membutuhkan ruang dan media kultur yang lebih banyak.
Ukuran eskplan yang sesuai sangat tergantung dari jenis tanaman yang
dikulturkan, teknik dan tujuan pengkulturannya.
3.4
Manfaat
kultur jaringan
Dengan berhasilnya teknik kultur
jaringan tebu dan diterapkan dalam praktek maka beberapa keuntungan yang
diperoleh antara lain :
1.
Tumbuhan yang dihasilkan secara genetik adalah sama
dengan induknya
2.
Dapat menghasilkan keturunan dalam jumlah yang lebih
banyak
1 pucuk → 10 potong ekplant
1 potong → 15 tabung; jika
disubkultur dapat menjadi 40 tabung
1 tabung plantletss → displit bisa
menjadi 7 tabung plantletss baru
Maka 1 pucukan dapat menjadi
40 x 7 x 10 = 2800 tabung;
Kontaminasi 10% = maka 2800 – 280 = 2580
tabung; 1 tabung berisi 2 – 3 tanaman.
3.
Memuliakan kemampuan produksi bibit yang mengalami
tekanan penyakit sistemik
4.
Cepat dari sumber yang terbatas
5.
Bibit yang dihasilkan sehat dan bebas dari penyakit.
6.
Dapat dilakukan setiap saat, tidak tergantung musim
7.
Dapat menyediakan bibit dalam lahan yang terbatas
BAB
IV
KESIMPULAN
Kultur jaringan merupakan suatu rangkaian prosedur untuk memelihara dan menumbuhkan sel tanaman. Dengan
tujuan utama kultur jaringan tanaman yaitu untuk perbanyakan bagian tanaman,
sedangkan Kultur Jaringan pada tanaman Tebu dilakukan agar dapat memperbanyak
bibit tebu yang unggul, dalam proses memperbanyak bibit unggul mepunyai tahapan
dan faktor yang mempengaruhinya, yang semua itu satu kesatuan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2011. Teknik Pembibitan Tanaman Tebu
melalui Kultur Jaringan. http://mico0355.webs.com/apps/blog/show/10011843-teknik-pembibitan-tanaman-tebu-melalui-kultur-jaringan.
Di akses tanggal 12 Maret 2013.
Anonymous.
2012. Kultur Jaringan Tanaman Tebu. http://mico0355.webs.com/apps/blog/show/14466074-kultur-jaringan-tanaman-tebu.Di
akses tanggal 13 Maret 2013.
Auliya, Aya. 2012.
Pembuatan Media Kultur Jaringan Tanaman.
http://ayaauliya.wordpress.com/2012/06/10/pembuatan-media-kultur-jaringan-tanaman/.
Di akses tanggal 13 Maret 2013.
Sitanggang, J. Erik. 2012. Kultur Jaringan Tanaman
Tebu. http://erikjonsitanggang.blogspot.com/2012/03/kultur-jaringan-tanaman-tebu.html.
Di akses tanggal 12 Maret 2013.
Hakim, Lukmanul. 2010. Faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan. http://l456h.wordpress.com/2010/05/07/faktor-faktor-yang-mepengaruhi-keberhasilan-kultur-jaringan/.
Di akses tanggak 16 Maret 2013.
0 comments:
Post a Comment