Pertanian Adalah penompang hidup bagi umat manusia Laporan Besar Dasar Perlindungan Tanaman | Pertanian

Pages

Monday 9 December 2013

Laporan Besar Dasar Perlindungan Tanaman

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LatarBelakang
Dalam proses budidaya tanaman yang masalah yang sering ditemukan adalah serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) terhadap tanaman budidaya. Organisme Pengganggu Tanaman terdiri dari  hama, penyakit dan gulma. Pada suatu lahan pertanian sangat mengganggu laju pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan, ini dikarenakan antara tanaman yang dibudidayakan dengan OPT ini bersaing untuk mendapatkan makanan, serat dan tempat perlindungan, maka dari itu untuk mengatasi masalah ini perlu dilakukan upaya pengendalian yang terpadu demi menjaga kualitas tanaman tersebut.
Kegiatan fieldtrip di daerah Lawang untuk mengobservasi lahan pertanian. Dalam suatu areal pertanaman, kemunduran produksi merupakan hal yang sering terjadi. Di lahan tersebut kita menemukan berbagai macam tanaman budidaya dan tanaman yang terserang penyakit dan hama yang merupakan masalah bagi para petani. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemunduran produksi adalah karena adanya gangguan hama dan patogen penyebab penyakit.
Kehadiran tanaman yang tidak diinginkan seperti gulma ataupun yang lain yang berperan sebagai organisme pengganggu tanaman (OPT) pada lahan pertanian dapat mengakibatkan terjadinya kompetisi atau persaingan dengan tanaman pokok (tanaman budidaya) dalam hal penyerapan unsur-unsur hara, penangkapan cahaya, penyerapan air dan ruang lingkup, mengotori kualitas produksi pertanian, dapat mengeluarkan zat atau cairan yang bersifat toksin (racun) serta sebagai tempat hidup atau inang tempat berlindungnya hewan-hewan kecil, insekta dan hama sehingga memungkinkan hewan-hewan tersebut dapat berkembangbiak dengan baik, mengganggu kelancaran pekerjaan para petani, sebagai perantara atau sumber hama dan penyakit, mengganggu kesehatan manusia, menaikkan ongkos-ongkos usaha pertanian. Dengan demikian kita dapat langsung terjun ke lapangan dan wawancara dengan petani mengenai areal pertanaman.

1.2  Tujuan
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui penguatan studi DPT sehingga mampu melaksanakan dan mengevaluasi tanaman di suatu lahan.Sekaligus mengamati Organisme Penggangu Tanaman (OPT) yang ada di lahan wortel dan menganalisis cara pengendalian yang tepat.
1.3  Manfaat
1.      Mahasiswa dapat mengenali jenis-jenis OPT yang ada di setiap varietas dan lahan.
2.      Mahasiswa dapat mengetahui ciri-ciri yang ditimbulkan setiap Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) agar dapat mengendalikan secara tepat.



BAB II
METODOLOGI
2.1       Waktu dan Tempat
            Waktu             : Hari Sabtu, tanggal 11 Mei 2013
            Tempat            : Desa Sumberbrantas, kecamatan Bumiaji, Batu, Malang

2.2       Alat, Bahan dan Fungsi
            1. Kuisioner     : Untuk mendapatkan data dari narasumber
            2. Bolpoin       : Untuk menulis data dari narasumber
            3. Kamera        : Untuk mendokumentasikan data-data dari lapang
            4. Buku KDS  :Untuk mengidentifikasi organisme di areal pengamatan

2.3       Pengamatan
            2.3.1    Hama
Menyiapkan kuisioner dan bolpoin
untuk mencatat segala informasi dari narasumber

Bertemu dengan narasumber,
 mencari informasi selengkap-lengkapnya
mengenai hama yang terdapat di daerah tersebut

Mencatat hasil wawancara dengan narasumber

Mengamati hama yang ada di areal lapang pengamatan
 


Mendokumentasikan dengan menggunakan kamera

Mengidentifikasi organime dengan menggunakan buku KDS
            2.3.2    Penyakit
Menyiapkan kuisioner dan bolpoin
untuk mencatat segala informasi dari narasumber

Bertemu dengan narasumber,
 mencari informasi selengkap-lengkapnya
mengenai penyakit yang terdapat di daerah tersebut

Mencatat hasil wawancara dengan narasumber

Mengamati penyakit yang ada di areal lapang pengamatan

Mendokumentasikan dengan menggunakan kamera

Menulis laporan hasil pengamatan

            2.3.3    Musuh Alami
Menyiapkan kuisioner dan bolpoin
untuk mencatat segala informasi dari narasumber

Bertemu dengan narasumber,
 mencari informasi selengkap-lengkapnya
mengenai musuh alami yang terdapat di daerah tersebut
untuk menekan hama

Mencatat hasil wawancara dengan narasumber

Mengamati musuh alami yang ada di areal lapang pengamatan
 


Mendokumentasikan dengan menggunakan kamera

Menulis laporan hasil pengamatan

            2.3.4    Pengolahan Tanah (Faktor Edafik)
Menyiapkan kuisioner dan bolpoin
untuk mencatat segala informasi dari narasumber

Bertemu dengan narasumber,
 mencari informasi selengkap-lengkapnya
mengenai pengolahan tanah yang terdapat di daerah tersebut

Mencatat hasil wawancara dengan narasumber

Mengamati pengoalahan tanah yang ada
di areal lapang pengamatan
 


Mendokumentasikan dengan menggunakan kamera

Menulis laporan hasil pengamatan




            2.3.5    Penggunaan Pestisida
Menyiapkan kuisioner dan bolpoin
untuk mencatat segala informasi dari narasumber

Bertemu dengan narasumber,
 mencari informasi selengkap-lengkapnya
mengenai penggunaan pestisida yang terdapat di daerah tersebut

Mencatat hasil wawancara dengan narasumber

Menulis laporan hasil pengamatan

            2.3.6    Penggunaan Varietas Tahan
Menyiapkan kuisioner dan bolpoin
untuk mencatat segala informasi dari narasumber

Bertemu dengan narasumber,
 mencari informasi selengkap-lengkapnya
mengenai penggunaan varietas tahan yang terdapat di daerah tersebut

Mencatat hasil wawancara dengan narasumber

Menulis laporan hasil pengamatan



BAB III
KONDISI WILAYAH UMUM

3. 1.   Lokasi Fieltrip
Pada tanggal 11 Mei 2013 kami mahasiswa Fakultas Pertanian melakukan wawancara dengan kelompok tani yang ada di Dusun Jurangwali Kecamatan Bumiaji Kabupaten Sumber berantas. Petani-petani yang ada di Dusun Jurangwali tersebut mempunyai gabungan kelompok tani. Wawancarabertujuan untuk mengetahui dan menambah ilmu pertanian dengan secara langsung bertanya kepada petani-petani di Dusun Jurangwali tersebut.

3. 2.   Latar Belakang Petani
               Jumlah penduduk Desa Sumber Brantas sebanyak 4.100 jiwa  dan sebagian besar bekerja sebagai petani sebanyak 21,17%. Tingkat pendidikan terakhir penduduk Desa Sumber Brantas  sebagian besar  adalah tamat SD/sederajat, yaitu sebesar 58%.
Pada Dusun Jurangwali kecamatan Bumiaji Kabupaten Sumberberantas yang telah kami kunjungi sebelumnya terkenal dengan bermacam – macam komoditas yang dibudidayakan. Seperti kentang, kubis, sawi, wortel, dan lain-lain. Tepatnya hari sabtu pada tanggal 11 Mei 2013 kami melakukan wawancara dengan salah satu petani yang ada di Dusun Jurangwali kecamatan Bumi aji Kabupaten Sumberberantas yang bernama Bapak Sudarmaji (53). Salah satu petani yang menanam komoditas kentang, kubis, dan wortel. Dari menanam komoditas tersebut, hasil produksi dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari. Selain itu, juga dapat menunjang kebutuhan ekonomi keluarga.
Masyarakat dusun Jurangwali kecamatan Bumiaji Kabupaten Sumberberantas mempunyai kelompok tani yang sifatnya berbagi pengalaman antara satu petani dengan petani lainnya. Kelompok tani tersebut diketuai oleh Bapak yang menjadi panutan bagi masyarakat dalam pengelolaan usaha tani.  Bapak Sudarmaji ini menguasai 1 ha lahan tegal yaitu wortel, kubis, dan kentang. Sistem pengolahan lahan yang dilakukan menggunakan sistem pertanian yang biasanya umum dilakukan. Dengan menggunakan cangkul, pembuatan bedeng dan penaburan benih. Petani di Dusun Jurangwali ini dalam pertaniannya menggunakan pupuk kimia dan pupuk organik. Dalam pertaniannya, tidak menggunakan mulsa sintetis maupun mulsa alami. Selain itu kelompok tani tersebut bekerja sama dengan Bank sehingga dapat melakukan simpan pinjam pada Bank tersebut.

3. 3.        Sejarah Penggunaan Lahan
Desa Sumber Brantas merupakan salah satu desa yang menjadi daerah penyangga bagi kawasan Tahura Raden Soerjo.  Luas wilayah Desa Sumber Brantas sebesar 541,1364 Ha  dan berada pada ketinggian  1.400 s/d 1.700 di atas permukaan laut. Penggunaan lahan di Desa Sumber Brantas didominasi oleh lahan pertanian yakni sebesar 58,82%, hal ini dipengaruhi oleh kondisi tanah yang subur dan iklim yang menunjang untuk kegiatan pertanian.
Jumlah penduduk Desa Sumber Brantas sebanyak 4.100 jiwa  dan sebagian besar bekerja sebagai petani sebanyak 21,17%. Tingkat pendidikan terakhir penduduk Desa Sumber Brantas  sebagian besar  adalah tamat SD/sederajat, yaitu sebesar 58%.

3. 4.        Penggunaan Lahan
3.4.1 Jenis Penggunaan Lahan
        Lahan pertanian yang termasuk dalam  kawasan  budidaya di sumber berantas memiliki kelerengan <15%, hal ini telah sesuai dengan ketetapan yang berlaku untuk penanaman tanaman hortikultura,  jadi petani yang memiliki lahan pada kawasan ini tetap dapat mempertahankan kegiatan pertanian serta komoditas yang ditanam. Pada kawasan ini masyarakat diberi kebebasan untuk mengelola lahannya, namun masyarakat juga tetap diperbolehkan untuk mengaplikasikan sistem agroforestry jika mereka menginginkannya. 
Tanah yng di milik oleh pak Sudarmaji di sumber berantas seluas kurang lebih 1 hektar, dimana tanah tersebut termasuk tanah jenis tegalan.

3.4.2 Sistem Budidaya
        Sistem budidaya petani di sumber berantas menggunakan sistem monokultur,

3.4.3 Tanaman Budidaya (komoditas)
                    Pada desa sumber brantas memiliki ketetapan yang berlaku untuk penanaman tanaman hortikultura. Hortikultura ini menfokuskan pada budidaya tanaman buah, tanaman bunga, tanaman sayuran,tanaman obat-obatan, dan taman (lansekap). Sepertipada contoh lahan yang kita datangi, petani disana memilih tanaman sayur sebagai tanaman hortikultura.
Pada lahan pak Sudarmi memilih komuditas wortel, kubis dan kentang untuk dibudidayakan. Pada tanaman kubis masa tanam selama tiga bulan sepuluh hari, tanaman wortel selama 4 bulan dan tanaman kentang selama 4 bulan, sehingga adanya rotasi tanaman.
      





Bab IV HasildanPembahasan
4.1 Hasil
4.1.1 Hama yang ditemukan + dokumentasi +perbandinganliteratur
4.1.2 Penyakit yang ditemukan + dokumentasi  +perbandinganliteratur
4.1.3 Pengaruh Hama danPenyakitTerhadapProduksiKomoditas
4.1.3 MusuhAlami yang ditemukan + dokumentasi



4.2 Pengendalian yang dilakukan oleh Petani
4.2.1 Pengendalian terhadap Populasi Hama dan Penyakit
4.2.1.1 Pengendalian secara Biologi
Menurut narasumber, populasi hama dan penyakit yang menyerang tanaman budidaya dapat dikendalikan melalui beberapa cara salah satunya melalui cara biologi. Pada lahan budidaya milik petani, pengendalian secara biologi juga dilakukan tetapi belum secara optimal. Pengendalian secara biologi dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami yang terdapat di lahan.
Pada masa tanam komoditas wortel, petani tidak menggunakan musuh alami untuk mengendalikan OPT. Demikian halnya pada masa tanam komoditas kentang. Petani di desa Sumberbrantas, khususnya Bapak Sudarmadji menggunakan pengendalian secara biologi terhadap hama pada masa tanam kubis yaitu dengan menggunakan predator jenis kumbang merah. Predator ini memangsa serangga hama yang mengganggu produksi kubis, seperti ulat grayak dan ulat Plutella.

4.2.1.2 Pengendalian secara Mekanis
Pengendalian secara mekanis adalah pengendalian terhadap OPT dengan mengambil secara langsung OPT yang terdapat di lahan. Kemudian OPT tersebut dimusnahkan atau dijauhkan dari lahan. Pengendalian dengan cara ini sering kali digunakan oleh para petani karena relatif mudah untuk dilakukan. Demikian halnya dengan petani yang terdapat di desa Sumberbrantas juga sering menggunakan cara ini untuk mengendalikan OPT seperti embuk pada komoditas wortel.
Pada pengolahan tanah saat akan memasuki masa tanam wortel, petani mengambil satu per satu embug yang keluar dari tanah ketika tanah dalam proses pencangkulan. Embug ini dikumpulkan dalam suatu wadah, kemudian dimusnahkan pada tempat yang jauh dari lahan, agar telur dari embug tersebut tidak berkembangbiak lagi di lahan.


4.2.1.3 Pengendalian Secara Fisik
Berdasarkan pernyataan petani, tidak ada pengendalian secara fisik karena pengendaliannya sudah dilakukan secara biologi, mekanis dan kimia.

4.2.1.4 Pengendalian Secara Kimia
Berdasarkan pernyataan petani, petani mengunakan juga menggunakan pestisida untuk mengendaliakan hama. Penggunaan pestisida berdasarkan seberapa besar serangan dari hama. Pada tanaman wortel, petani menggunakan fungisida yang disemprotkan satu minggu sekali. Pada tanaman kubis, untuk mengendalikan ulat (Plutella xylostella) petani menggunakan pestisida yang berformulasi granule karena formulasi ini lebih tahan lama melekat pada daun. Pada tanaman kentang, petani menggunakan ------- yang biasanya disemprotkan 3 hari sekali. Pengaplikasian atau penggunaan pestisida dilakukan pada sore hari.

4.2.2 Pengolahan Tanah (Faktor Edafik) dan Dampaknya.
Faktor edafik yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan sifat-sifat tanah baik itu secara fisik, biologi, maupun kimia yang akan mempengaruhi pertumbuhan  tanaman.

4.2.3 Pemanfaatan Musuh Alami
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, para petani di desa Sumberbrantas pada umumnya juga menggunakan pengendalian terhadap hama dengan menggunakan musuh alami. Namun pengelolaannya belum dilakukan secara maksimal, karena petani masih menganggap pengendalian secara biologis hanya sebagai alternatif pengendalian. Hal ini juga disebabkan karena dampak dari keberadaan musuh alami masih dianggap belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap populasi hama yang ada di lahan. Oleh karena itu, menurut penuturan petani yang berada di sana, musuh alami yang paling sering terlihat adalah musuh alami golongan predator yaitu kumbang merah. Predator ini ditemui pada saat masa tanam kubis. Kumbang merah ini merupakan predator dari hama jenis ulat grayak dan ulat Plutella xylostella.
Keberadaan kumbang merah ini tentu saja akan mengurangi jumlah populasi hama ulat yang berada di lahan. Namun hal tersebut kurang mendapat perhatian dari para petani, sehingga perubahan populasinya tidak dapat diketahui secara pasti. Selain itu, para petani juga menggunakan pestisida dalam kegiatan budidayanya, sehingga terdapat kemungkinan beberapa musuh alami yang berada di lahan ikut terkena pengaruh pestisida. Hal ini dapat mengurangi jumlah musuh alami di lahan, sehingga dampak keberadaannya terhadap hama ulat tidak terlihat karena jumlahnya yang sudah berkurang.

4.2.4 Penggunaan Pestisida dan Dampaknya
Pestisida merupakan bahan kimia yang bersifat racun yang digunakan untuk mengendalikan OPT yang mengganggu tanaman budidaya. Secara umum, para petani lebih suka menggunakan pestisida dalam mengendalikan hama dan penyakit tanaman yang menyerang tanaman budidayanya. Demikian halnya dengan yang terjadi di desa Sumberbrantas. Bapak Sudarmadji yang merupakan petani di desa itu juga menggunakan pestisida untuk mengendalikan OPT yang terdapat di lahan.
Hampir setiap musim tanam, beliau menggunakan beberapa jenis pestisida untuk mencegah serangan hama terutama ulat pada budidaya wortel dan bakteri Phytoptora infestant pada budidaya kentang. Beberapa jenis pestisida yang sering digunakan oleh Bapak Sudarmadji yaitu
1.      Insektisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas serangga seperti belalang, kepik, wereng, dan ulat pada budidaya wortel.
Dampak dari pembrian Insektisida pada tanaman budidaya wortel yaitu ........
2.      Bakterisida adalah pestisida untuk memberantas bakteri atau virus yang terdapat pada budidaya tanaman kentang.
Dampak dari pemberian bakterisida pada tanaman budidaya tanaman kentang yaitu .......
Dalam jangka waktu pendek, penggunaan pestisida ini efektif dalam mengurangi jumlah serangga hama di lahan. Setelah pengaplikasian pestisida pada lahan, tanaman budidaya benar-benar terhindar dari serangan hama. Tanaman tumbuh dengan baik tanpa ada cacat atau lubang pada daun akibat serangan ulat.


4.2.5 Penggunaan Varietas Tahan dan Dampaknya
Varietas tahan adalah varietas memiliki sifat-sifat yang memungkinkan tanaman itu menghindar atau pulih kembali dari serangan hama pada keadaan yang akan mengakibatkan kerusakan pada varietas lain yang tidak tahan (Soewito, 1993). Pada kegiatan budidaya yang dilakukan petani di desa Sumberbrantas, para petani tidak menggunakan bibit maupun benih dari varietas yang tahan terhadap penyakit maupun hama. Para petani cenderung menggunakan bibit dan benih lokal. Untuk wortel dan kentang, para petani menggunakan benih dan bibit hasil perkembangbiakan oleh petani sendiri, sedangkan untuk kubis para petani menggunakan varietas Grand 11.
Petani tidak menggunakan varietas tahan dikarenakan syarat dan tata tanam yang harus dipenuhi dianggap terlalu rumit dan susah untuk dilakukan. Dan apabila ketentuan tersebut tidak diikuti, maka tanaman dengan varietas tahan tersebut tidak dapat tumbuh atau pertumbuhannya terganggu. Hal tersebut mendorong petani untuk tetap menggunakan bibit dan benih lokal dengan didampingi oleh berbagai cara pengendalian terhadap hama dan penyakit lainnya. Oleh karena itu, tanaman para petani sering kali mendapat serangan dari hama maupun penyakit, terutama pada tanaman kentang. Di desa Sumberbrantas, tanaman kentang beresiko tinggi terserang penyakit yang disebabkan oleh bakteri Phytoptora infestant.

4.3 Pembahasan
Lahan yang diamati di desa Sumberbrantas merupakan lahan pertanian berupa tegalan seluas 1 ha. Lahan tersebut milik Bapak Sudarmadji, seorang petani berusia 50 tahun yang merupakan anggota dari kelompok tani yang terdapat di desa tersebut. Komoditas tanaman yang dibudidayakan oleh Bapak Sudarmadji adalah wortel dengan pola tanam yaitu monokultur. Saat pengamatan, wortel tersebut baru berusia sekitar 1 bulan. Wortel tersebut akan dipanen pada usia sekitar 4 bulan. Setelah itu akan dilakukan rotasi atau pergantian tanaman. Dalam 1 tahun, Bapak Sudarmadji menanam 3 jenis tanaman yang berbeda, yaitu kentang selama 4 bulan, wortel selama 4 bulan, dan yang terakhir adalah kubis selama 3 bulan 10 hari.
Menurut Bapak Sudarmadji, pola pengelolaan lahan seperti itu dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kesuburan tanah, mengurangi beban pengolahan tanah, dan mengefektifkan penggunaan pupuk pada masa tanam sebelumnya. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Henri (2009) bahwa rotasi tanaman bertujuan untuk menjaga struktur dan kesuburan tanah, menjaga keseimbangan ekosistem terutama kandungan unsur hara dalam tanah, serta untuk mengendalikan hama dan penyakit secara alami karena rotasi tanaman dapat memutus siklus hidup patogen berbahaya. Namun menurut Reijntjes, dkk (1999) pola tanam tumpang sari (intercropping) lebih baik digunakan oleh para petani daripada pola tanam monokultur. Dalam bukunya, disebutkan bahwa tumpang sari akan memberikan pengaruh positif untuk mengurangi jumlah hama, penyakit, dan gulma. Dengan tumpang sari, serangga yang tergolong musuh alami dapat hidup dengan baik, karena kebutuhan dan habitatnya tersedia sehingga mampu mengendalikan jumlah serangga hama yang terdapat di lahan. Demikian halnya dengan penyakit dan gulma, cenderung memiliki persentase kehidupan yang lebih rendah pada pola tanam tumpang sari. Pada pola tumpang sari, penyiangan cukup dilakukan sebanyak 1 kali, sementara pada monokultur penyiangan perlu dilakukan sebanyak 3-4 kali.
Sebelum melakukan penanaman, tentunya diadakan proses pengolahan lahan. Dalam mengolah lahan, Bapak Sudarmadji menggunakan cara pengolahan yang umum dan sering dilakukan oleh para petani. Pengolahan lahan dimulai dengan mencangkul tanah, kemudian membuat guludan. Setelah guludan selesai dibuat, benih wortel ditabur dan ditutup kembali dengan sedikit tanah. Pada 3 hari setelah tanam (HST) lahan disemprot dengan pembasmi gulma untuk menghindari tumbuhnya gulma yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman budidaya atau wortel.
Menurut Cahyono (2002), teknik budidaya wortel yang baik dimulai dengan melakukan pembajakan terhadap lahan sedalam 30-50 cm. hal ini bertujuan untuk membalikan tanah yang berada di dalam ke permukaan tanah. Selanjutnya tanah tersebut dibiarkan selama 1 minggu agar terjemur oleh sinar matahari, sehingga dapat mematikan patogen merugikan yang terdapat dalam tanah. Setelah itu, tanah digemburkan dengan menggunakan garu untuk memperoleh struktur tanah yang remah, sehingga memudahkan pertumbuhan akar dan umbi. Kemudian tanah tersebut dibiarkan kembali selama 1 minggu, dan selanjutnya dicangkul sedalam 30-40 cm. pada tahap selanjutnya, dibentuk bedengan (guludan) dengan ukuran lebar 70-80 cm untuk sistem satu jalur tanaman dan 140-150 untuk sistem dua jalur tanaman, dengan ketinggian + 40 cm. setelah proses-proses tersebut selesai, lahaan siap untuk ditanami dengan benih wortel.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan di lahan milik Bapak Sudarmadji, ditemukan beberapa organisme yaitu ulat grayak, ulat Plutella xylostella, cacing tanah, bekicot, embug, sejenis kumbang, dll. Organisme tersebut ada yang berperan sebagai OPT, dan ada pula yang berperan sebagai musuh alami. Yang termasuk OPT yaitu ulat grayak, ulat Plutella xylostella, bekicot, dan embug. Sementara yang berperan sebagai musuh alami yaitu kumbang. 
Untuk mengendalikan populasi dari organisme yang termasuk dalam organisme pengganggu tanaman (OPT), para petani di desa Sumberbrantas khususnya Bapak Sudarmadji menggunakan beberapa metode pengendalian, diantaranya yaitu secara biologis, fisik, mekanis, dan kimia. Secara biologis, beliau memanfaatkan peran musuh alami yang berada di lahan, seperti kumbang merah. Selain itu, menurut  Surachman dan Suryanto (2007) pengendalian terhadap populasi ulat juga dapat dilakukan dengan menaburkan kotoran kuda pada tanaman yang terserang, atau membuat ramuan daun dlingo dan bengle atau lengkuas dan jahe yang dicampur dengan air, kemudian disemprotkan pada tanaman.
Secara fisik, Bapak Sudarmadji tidak melakukan pengendalian dengan cara tersebut, karena berbagai pengendalian yang dilakukan sudah dirasa cukup untuk mencegah terjadinya peledakan hama yang merugikan secara ekonomi.
Secara mekanis, Bapak Sudarmadji mengambil satu persatu OPT yang terdapat di lahan. Cara ini biasanya dilakukan untuk mengendalikan populasi embuk dan dilakukan bersamaan dengan proses pengolahan lahan. Selain itu, menurut Rukmana (1995) pengendalian mekanis pada budidaya wortel juga dapat dilakukan dengan memotong bagian tanaman wortel yang terserang penyakit maupun hama, sehingga tidak menular pada tanaman lainnya. 
Selain ketiga metode pengendalian tersebut, Bapak Sudarmadji juga menggunakan metode pengendalian secara kimia, yaitu dengan menggunakan pestisida. Metode ini adalah metode yang paling sering atau bahkan selalu digunakan para petani khususnya Bapak Sudarmadji dalam mengendalikan OPT yang terdapat di lahan. Hal ini dilakukan, karena pestisida dinilai lebih efektif dalam mengendalikan populasi hama dan efeknya terhadap populasi hama dapat dengan cepat terlihat. Pestisida yang biasa digunakan adalah ……………..
Sementara itu, pengendalian dengan memanfaatkan varietas tahan maupun faktor edafik di lingkungan masih jarang dilakukan atau bahkan belum diterapkan oleh Bapak Sudarmadji pada lahan miliknya.  Hal ini dikerenakan pengaplikasiannya yang tergolong rumit bagi beliau dan terdapat berbagai syarat yang harus dilakukan dalam proses penanamannya. Dan menurut pendapat beliau, apabila salah satu dari syarat tersebut tidak dilaksanakan, maka tanaman budidaya tersebut beresiko tinggi untuk mengalami kegagalan atau produktivitasnya rendah.

4.4 Rekomendasi
Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan, dapat diidentifikasi beberapa masalah yang dihadapi oleh para petani di desa Sumberbrantas khususnya Bapak Sudarmadji. Masalah yang dihadapi oleh Bapak Sudarmadji adalah tingkat serangan hama dan penyakit yang cukup tinggi, terutama pada masa tanam komoditas kentang. Oleh karena itu, sering kali Bapak Sudarmadji membutuhkan pestisida dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga biaya yang dibutuhkan juga cukup besar.
Penggunaan pestisida secara terus menerus tersebut dapat meracuni tanah sekitar tanaman dan juga akan memberi dampak negatif bagi manusia terutama dalam hal kesehatan. Oleh karena itu, kami merekomendasikan kepada para petani, khususnya Bapak Sudarmadji untuk mengelola lahan dan kegiatan budidayanya dengan cara yang berbeda dengan yang telah dilakukan.
Sebagai langkah awal, dapat diterapkan pola penanaman secara tumpang sari (intercropping). Tumpang sari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan (Salikin, 2003). Pola penanaman tumpang sari akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan tanaman budidaya maupun pengendalian jumlah OPT di lahan.
Dengan pola penanaman tumpang sari, terdapat beberapa jenis tanaman di lahan yang akan menciptakan kondisi lingkungan atau habitat hidup yang disukai atau mendukung kehidupan musuh alami. Sehingga jumlah musuh alami dapat mengendalikan jumlah OPT atau hama yang ada di lahan. Pada keadaan tersebut, hama atau OPT masih tetap dapat ditemukan di lahan, tetapi keberadaannya tidak akan mengganggu tanaman budidaya dan menimbulkan kerugian secara ekonomi. Demikian halnya dengan populasi gulma yang ada di lahan. Dengan adanya kombinasi tanaman, maka pertumbuhan gulma dapat ditekan dan kegiatan penyiangan dapat dilakukan hanya 1 kali dalam 1 masa tanam. Komoditas wortel dapat dikombinasikan dengan tanaman sawi, kol, atau lainnya.
Dalam jangka panjang, sebaiknya para petani mulai untuk menerapkan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan melibatkan segala aspek, yaitu dengan memperhatikan kondisi dan keadaan tanah, cara budidaya, dan pengendalian terhadap populasi OPT tersebut. Pertama-tama dapat dilakukan usaha untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia, sehingga kondisi lingkungan tidak tercemar. Selanjutnya dapat dilakukan pengolahan tanah untuk menciptakan kondisi tanah yang sehat. Kemudian dapat didukung dengan penggunaan varietas tahan dan bibit maupun benih yang sehat, sehingga tanaman tahan terhadap serangan OPT maupun penyakit. Dengan demikian tercipta keseimbangan di alam.



Bab V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran dan kritik



DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, Bambang. 2002. Wortel: Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta: Kanisius

Henri. 2009. Prospek Pengembangan Agribisnis Wortel (Online). hendri-wd.blogspot.com. Diakses pada 15 Mei 2013.

Reijntjes, Coen, dkk. 1999. Pertanian Masa Depan (Penerjemah: Y. Sukoco, SS). Yogyakarta: Kanisius

Rukmana, Rahmat. 1995. Bertanam Wortel. Yogyakarta: Kanisius.

Salikin, Karwan A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan.Yogyakarta: Kanisius

Surachman, Enceng dan Suryanto, Widada Agus. 2007. Hama Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan. Yogyakarta: Kanisius.






0 comments:

Post a Comment